Jumat, 03 Mei 2013

Buruh Berhak Sejahtera Secara Lahir dan Batin




Pada tanggal 1 Mei merupakan hari buruh sedunia dan itu pun dirasakan oleh seluruh buruh di Indonesia. Para buruh ingin merayakan “eksistensi” kelas, dimana meraka ingin menuntut pembagian upah yang layak dan pembagian waktu kerja yang tepat. Setiap tanggal 1 Mei ini pun seluruh buruh di Indonesia bersatu untuk menyatakan pendapat kepada para penguasa diantara: penghapusan outsourching (alih daya/kontrak) dan kehidupan yang layak. Dari tahun ketahun persamasalah buruh hanya itu, namun pemerintah dan para kapital mampu memberikan kepastian kepada mereka. Banyak buruh di Indonesia yang belum merasakan kemerdakaan dalam hal kehidupan layak dan selalu dihantui oleh pemutusan kerja, bilamana perusahaan tersebut menginginkanya. Posisi buruh memang sangat lemah, oleh sebab itu meraka mencoba mengajukan atau menyatakan pendapat kepada President yang merupakan otoritas tertinggi di Republik ini.
Seharusnya pemilik modal harus mampu memperhatikan kesejahteraan para buruh, karena dengan kerja buruh ia telah mendapat keuntuangan dari tenaga mereka. Namun alih-alih pemilik modal yang mengklaim bahwa kesejahteraa buruh sudah terpenuh, akan tetapi masih ada saja buruh yang jauh dari kata sejahtera. Tidak sebuah perusahaan atau pemilik modal yang melakukan penelantaran kesejahteraan pada buruh, namun ada juga perusahaan yang peduli akan kesejahteraan mereka. Memang issue buruh itu merupakan issue global yang hingga kini masih hangat diperbincangkan. Buruh menginginkan 8 jam kerja, 8 jam istirahat dan 8 jam melakukan aktivitas bersama sanak keluarga. Namun pembangian waktu itu tidak bisa terealisasi dengan mudah, karena buruh kadang harus melakukan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan tambahan  produksi perusahaan. Dalam kasus ini terlihat sekali adanya eksploitasi tenaga buruh dengan upaya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik modal. Dalam tesisnya Marx menjelaskan mengenai pembagian dan eksploitasi kelas pada masyarakat kapitalis, ia pun menggambarkan sebuah sistem produksi yang didominasi oleh pemilik kapital (modal). Sistem ini telah menimbulkan ketimpangan yang berakibat pemilik modal menambah jam kerja bagi para buruh. Bukan hanya itu kaum buruh pun kadang tidak mendapat kesetaraan atau keadilan dalam hal upah. Padahal kerja para buruh itu bisa jadi nilai tambah bagi pemilik kapital. Namun itulah buruh yang posisinya selalu lemah dimata para kapital.
Dalam hal ini Marx mengistilahkan kaum buruh itu sebagai kaum proletar yakni kaum lemah yang tidak bisa berbuat banyak dan pemilik kapital (modal) adalah kaum borjouis. Di sini kaum proletar atau buruh ingin mencoba mengusai alat pemilik modal (produksi) guna mendapatkan kesejahteraan, namun itu tidak mudah karena mereka tertekan oleh sistem kapital. Tidak ada cara lain bagi buruh khususnya di Indonesia adalah melakukan demostrasi kepada penguasa dalam hal ini pemerintah. Mereka berkumpul dari seluruh penjuru pabrik guna mengekspresikan pendapatnya kepada pemerintah yakni sejahterakan buruh dan pastinya menghapusan sistem kontrak (outsourching). Namun pemerintah telah mengeluarkan keputusan tiga Menteri mengenai penghapusan sistem kontrak kecuali dari jasa keamanan, clening service, dan kurir. Dengan adanya keputusan tiga Menteri tersubut sudah teramat jelas bahwa sistem kontrak (outsourching) harus dihapuskan dari muka bumi Indonesia. Namun masih ada saja ada saja oknum yang memanfaatkan sistem kontrak kerja (outsourching) ini, untuk mendapat keuntungan  yang itu merupakan kerugian bagi kaum pekerja. Itu semua adalah dilematis sebuah sistem yang diterapkan di Indonesia bahkan di dunia pun seperti ini. Sungguh ironis sekali keberadaan kaum buruh, dia harus tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun masih saja kesejahteraan mereka dipangkas oleh berbagai kepentingan pemilik kapital (modal).
Semoga dihari buruh (mayday) ini, para buruh bisa mendapatkan haknya berupa penghidupan yang layak, penghapusan sistem outsourching dan tidak ada lagi diskriminasi oleh para pemilik modal. Di samping itu para stakeholder pun harus tegas dan bisa mengatur regulasi sistem kerja ini secara manusiawi, sehingga kemerataan dan kesejahteraan bisa dirasakan para buruh. Selamat Hari Buruh Sedunia bagi para buruh Indonesia. Merdeka !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar