Jumat, 14 Maret 2014

Pembunuhan Dan Hilangnya Nyawa Manusia



Manusia adalah makhluk yang sempurna, ia memiliki akal dan pikiran serta hati nurani yang tidak dimiliki oleh makluk hidup lainnya. Tidak hanya itu manusia pun derajatnya lebih tinggi di sisi Tuhan ketimbang makhluk lainnya. Seiring perkembangan zaman dan peradaban, manusia kadang khilaf atau hilang kesadaran yang selalu mengikuti hawa nafsu semata tanpa mampu mengendalikan diri. Beberapa belakang terakhir saya sering melihat, mendengar, mengamatin dan menyimak berbagai macam kasus pembunuhan antar manusia. Baik itu dilakukan secara kolektif maupun individual. Kita bisa lihat bagaimana seorang ibu membunuh anaknya, atau mantan kekasih membunuh atas dasar cemburu, perselingkuhan dan banyak kasus lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang ditangan pembunuh dan tak lain pembunuhnya orang terdekatnya. Dalam seminggu terahir ini pun ada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu kepada anaknya yang masih balita di Padelarang. Ia membunuh anaknya karena ada tekanan ekonomi. Kemudian ada pembunuhan berencana yang menewaskan seorang mahasiswi yang bernama Ade Sara ditangan mantan kekasihnya dengan dibantu oleh pacarnya. Dan terakhir pembuhan ABG yang dilakukan oleh mantan kekasihnya secara terencana dan berkelompok.

Memang bila dilihat dari sejarah peradaban pembunuhan manusia pertama kali dilakukan oleh Anak Nabi Adam yang bernama Qabil terhadap Habil. Motif pembunuhan Qabil karena adanya rasa iri kepada Habil. Qabil merasa perjodohan yang dilakukan sang ayah tidak tepat karena kembarannya itu tidak secantik kembaran Habil. Dari kisah sejarah tersebut, telah menggambarkan bahwa manusia itu cenderung mengikuti hawa nafsu, iri, dan egois  tanpa mempertimbangkan sisi kepatuhan dan kepantasan. Di zaman modern pembunuhan atas dasar kecemburuan, perselingkuhan, dendam, tekanan ekonomi dan sosial mudah dilakukan. Padahal manusia tidak berhak mencabut nyawa seseorang melainkan hanya Tuhan yang berhak tapi itu manusia dengan segala kebodohannya. Ketika seseorang membunuh orang lain berarti rasa empati, simpatik, spritual dan religiusnya sudah menghilang, bahkan sudah tidak mengindahkan keberadaan Tuhan. Tingkat pendidikan seseorang pun tak menjamin ia berprilaku sepantasnya manusia bahkan manusia yang berpendidikan pun kadang lebih keci ketimbang yang tak berpendidikan tinggi.

Oleh karena itu setiap manusia harus selalu mengingat Tuhan agar terhindar dari sikap-sikap arogansi dan egois yang berakibat terbunuhnya nyawa seseorang. Tidak hanya itu, manusia modern telah sibuk dengan urusan dunia yang membuat lupa akan urusan setelah dunia ini. Terlebih lagi manusia modern ini kadang bersikap individualistik, yang hanya mementingkan kepentingan pribadi saja tanpa melihat atau menoleh ke orang yang membutuhkan. Terlepas itu semua, seharusnya manusia modern itu mampu menggunakan hati dan pikiranya untuk berbuat baik kepada sesama, karena kebaikan itu telah diajarkan atau diwariskan oleh para nenek moyang manusia. Seperti biasa, hati ini akan menolak ajaran atau anatsir buruk yang akan dilakukan oleh individu namun setelah kejadian barulah penyesalan itu tiba. Sebelum terjadi penyesalan sebaiknya manusia harus berpikir rasional dan harus meningkatkan spiritualitasnya agar mampu mengendalikan dirinya dengan sebaik mungkin.

Jadi pembunuhan dan hilangnya nyawa seseorang itu bisa terhindar jika manusia sama-sama saling menghormati, menghargai, menyayangi dan itu semua terangkum dalam sebuah kata yang namanya “Cinta”. Ketika cinta itu ternodai oleh rasa ingin membunuh atau menyakiti orang lain maka esensi cinta itu perlahan mulai pudar bahkan hilang. Cara merawat cinta itu sebaiknya libatkan nilai-nilai spiritual yang akhir dari itu semua adalah kebahagian.



#14Maret2014 Peace Love In Respect