Rabu, 30 April 2014

Aktualisasi Buruh di Era Modernitas


Setiap tanggal 1 Mei selalu diperingatin Hari Buruh Internasional, tak terlepas juga Negera Republik Indonesia. Melalui Kepres No. 24 Tahun 2013 menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional. Ini merupakan gebrakan bagus diera kepemimpinan Presiden Susiolo Bambang Yudhoyono, karena Republik ini telah mengakui keberadaan buruh di Indonesia. Harus diakui bahwa keberadaan buruh ini mampu menopang perekonomian bangsa, walaupun sang buruh itu merasa terasing karena ia belum mampu menjadi manusia yang produktif melainkan hanya sebagai pekerja kasar pemilik modal. Buruh adalah kaum yang dikatakan tertindas oleh sang pemilik modal (kapitalis) sedangkan para pemilik modal hanya berpikir untung namun lupa akan kesejahteraan buruh.

 Saya mencoba mengingat pelajaran ketika kuliah. Di mana Karl Max membagi dua katagori kelas yakni kelas Borjuis (Pemilik Modal) dan kelas Proletar (buruh). Di kedua kelas itu sangat kontradiktif, yaitu orientasi kelas Borjuis adalah keuntungan semata kemudian kelas proletar adalah upah. Buruh itu merupakan bagian dari eksploitasi yang dilakukan oleh kapitalis, mereka menyuarakan kesejahteraan, kesamarataan dan penghapusan outsorching. Ketiga point itulah yang mereka tuntut dihari buruh ini. Iklim demokrasi yang diterapkan Indonesia sangat memungkinkan mereka melakukan demo atau menyuarakan aspirasi baik itu kepada pengatur regulasi, Negara dan para pemilik Modal (Kapitalis). Para pemilik modal itu memiliki kepentingan sehingga sangat leluasa mengendalikan pasar sehingga para buruh tak berdaya dibuatnya dan semakin terjerat dengan keterasingan dan kemiskinan. Salah satu cara untuk memutus ketidakberdayaan buruh adalah dengan melakukan revolusi total. Namun ini sangat beresiko yang bias mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi dan politik. Mungkin cara yang lebih efektif adalah berdialetika antara pemilik modal dan kaum buruh, dan Negara sebagai media control atau regulasi. Namun itu semua hanya wacana dibalik wacana dan sulit terealisasi karena pemerintah tak berdaya terhadapat para pemilik modal (Kapitalis).

Memang standar kesejateraan tiap individu itu berbeda-beda namun disini kita melihat seberapa kuat kontribusi buruh terhadapat keuntungan yang diperoleh dari pemilik modal.  Selayaknya juga para pemilik modal memberi reward terhadap para buruh. Di harapkan dengan adanya tanggal merah bagi buruh, kesejateraan mereka diperhatikan secara komprehensif mengingat keuntungan perusahaan di tangan para buruh tersebut.  Tidak hanya itu pemerintah harus mampu menjadi mediasi antara buruh dan pemilik modal ketika terjadi sebuah konflik.


 Di akhir tulisan ini, penulis mengajak para buruh untuk melakukan aktualisasi yang positif dan lebih santun tanpa merugikan fasilitas publik. Memberikan aspirasi itu dibolehkan selagi idea atau gagasanya sangat sesuai dengan konstitusi dan sebaliknya pemilik modal harus mengerti dan paham akan nilai-nilai yang tertera dalam UUD, Pancasila dan Konstitusi. Mari kita rayakan hari buruh ini dengan suka-cita. Hiduuuuup Buruh Indonesia…. Merdeka !!!! 


#Mayday