Latar Belakang
Lagu merupakan sebuah media penyampaian
yang bersifat abstrak, dan lagu pun bisa merubah struktur kehidupan individu
menjadi lebih bermakna, serta bisa mengingat sebuah kenangan,
bisa merubah dunia menjadi lebih damai, dan bisa juga menyatukan seluruh
lapisan masyarakat. Dalam kesempatan kali ini penulis mencoba mengkaji fenomena
lagu – lagu masa lalu yang kerap muncul disaat sekarang ini. Tidak hanya itu, penulis pun mengamati
beberapa dampak dari adanya lagu masa lalu yang dicoba diangkat kembali dengan
aransement modern ataupun didalam peristiwa-peristiwa tertentu. Ada beberapa point yang akan ditelaah dalam
tulisan ini. Pertama, mulai dari sejarah perkembangan lagu. Kedua, ruang
lingkup lagu masa lalu yang kembali di arasnemen oleh musisi, atau penyanyi
muda, kemudian lagu lama yang kerap hadir dibeberapa peristiwa atau moment
tertentu sebagai soundtrack. Ketiga, manfaat
pencipta lagu bagi para musisi atau penyanyi yang mencoba membawakan
lagu tersebut dan sebaliknya. Keempat, lalu hubungankan teori sosiologi
kebudayaan yang relevan dengan fenomena kembalinya lagu- lagu masa lalu yang
kerap muncul. Dan yang terakhir adalah kesimpulan penulisan.
Tulisan ini dibuat berdasarkan studi histories berdasarkan buku, jurnal,
majalah, dan karya ilmiah. Tulisan ini merupakan tugas untuk Ujian Akhir
Semester dalam mata kuliah Sosiologi Kebudayaan.
Sejarah Lagu
Pada awalnya lagu adalah sebuah mahakarya yang bisa dinikmati oleh setiap
individu. Baik itu kelas menengah keatas, menengah, dan menengah kebawah.
Karena pada dasarnya lagu adalah alat penghibur disaat kita senang, gembira,
sedih, ataupun duka. Dahulu lagu hanya disajikan atau ditampilkan untuk para
raja sebagai penghibur. Namun seiring berjalanya waktu, kini lagu tidak hanya
disajikan atau ditampilkan untuk raja melainkan untuk semua kalangan
masyarakat. Sudah ada pergeseran makna yang lebih luas. Tidak hanya itu,
sekarang lagu bisa dijadikan sebagai alat komoditi atau adanya basis materil.[1]
Di zaman teknologi
seperti saat sekarang, media lagu bisa digunakan sebagai nada dering handphone
atau yang lebih dikenal dengan RBT ( ring back tone ). Inilah salah satu dampak
dari modernisasi, sehingga diperkuat dengan perubahan sosial masyarakat. Banyak
lagu-lagu anak negeri yang telah menggunakan media-media yang popular, sehingga
terlihat adanya sebuah ajang kontestasi lagu-lagu tidak terkecuali lagu-lagu
lama. Menurut Marx, sejarah adalah suatu proses penciptaan dan pemuasan, serta
penciptaan ulang dari kebutuhan-kebutuhan manusia yang terus menerus[2]. Di era
modern ini pula, penjualan musik secara digital telah mengalahkan penjualan
secara fisik, situasi ini mengakibatkan RBT menjadi penentu popular tidaknya
sebuah lagu[3].
Ada juga penjelasan ketika band yang fenomenal Peterpan
bekerja sama oleh perusaahaan telokomunikasi terbesar di Malaysia . Di sini terlihat sekali
bahwa peran pop budaya sangat terasa pada band asal Indonesia ini. Mengingat di tahun
2007, band ini lagi mendapatkan kepopulerannya sehingga bisa membius masyarakat
Malaysia dan Indonesia .
Di sini Peterpan sebagai perusahaan baru 'kekuatan ikon " dan itu
merupakan bagian dari strategi pemasaran. Memang dalam hal ini konsumen sangat
dimanja oleh perusahaan telokomunikasi ini dengan cara, bisa mendownload
lagu-lagu peterpan di album “Taman Langit dan Bintang di Surga”.
Lagu Lama yang Kembali di Publikasi
atau di Angkat Kembali
Dalam kajian ini
penulis mencoba mengamati beberapa lagu masa lalu yang kembali muncul. Di era
industri musik yang telah maju saat ini, para musisi, artis, atau penyanyi
mencoba melakukan eksistensinya dengan cara –cara popular, seperti membawakan
lagu – lagu lama dengan nuasan kekinian. Namun ada pula dengan cara lain yaitu
suatu penghormatan kepada musisi atau penyanyi senior dengan bertema “tribute
to”. Tidak hanya itu ada lagu-lagu lama yang muncul di moment- moment tertentu.
Penulis
mencontohkan beberapa lagu lama yang coba dibawakan kembali oleh penyanyi oleh
generasi sekarang. Seperti lagu ciptaan Keenan
Nasution[4], yaitu nuansa bening yang dipopulerkan kembali
oleh Vidi Aldiano dengan aransemen
yang kekinian atau modern. Kemudian lagu dari band rock Indonesia ”Goodblest” yang dibawain kembali oleh Ari Lasso, dengan judul Huma
Di Atas Bukit. Dan masih banyak lagi para musisi yang membawakan lagu –lagu
lama dengan arasenmen baru. Tidak hanya disitu, lagu-lagu lama Iwan Fals sering pula diperdengarkan
dikala hegomoni pemilihan umum. Seperti salah satunya lagu “surat buat wakil rakyat”[5].
Lagu tersebut sangat popular dan melekat bila dihubungkan dengan nuasan
politik. Tak ketinggal juga lagu yang hadir pada saat bencana alam yaitu lagu “Ebiet G.Ade” yang berjudul Untuk Kita Renungkan. Lagu tersebut
hampir kita dengarkan dikala bangsa ini terkena musibah. Seperti contoh musibah
gempa tsunami yang menghemparkan Aceh dan daerah Sumatra
sekitarnya. Di stasiun Televisi seakan tak lupa menjual lagu Ebiet G.Ade, untuk mengingatkan kita
akan kebesaran Sang Maha Pencipta. Memang fenomena munculnya lagu lama itu
sangat menarik bila kita kaji, kenapa akhirnya bisa muncul kembali.
Pop
Budaya sering dimaksudkan untuk objek hiburan dan komoditas keuntungan. Namun
ada kasus yang menjelaskan po budaya dirancang untuk membuat pernyataan
politik, itulah yang terjadi pada beberapa musik Iwan Fals di tahun 1980-an sampai 1990-an. Hanya Iwan Fals yang berani mengemukakan
pendapat politiknya lewat lagu –lagunya diera lampau. Tetapi dalam tiga dekade
terakhir, lagu yang awalnya telah dimaksudkan untuk menjadi murni hiburan
sering diakuisisi politik. Dalam lingkungan politik Indonesia hampir tidak membutuhkan
penjelasan karena tidak mungkin seni dan budaya dibebaskan dari kontestasi
politik dalam masyarakat luas.
Tidak
hanya lagu –lagu Indonesia
saja yang di angkat (recycle), namun lagu barat atau luar negeri pun tak kalah
fenomenal, seperti yang terjadi pada lagu “Mustafa”
karya Queen. Yang kembali
dipopulerkan oleh Ahmad Dhani dengan
bandnya yaitu The Rock Indonesia ( triad ). Menurutnya
banyak sekali lagu –lagu lama luar negeri yang bagus sehingga tidak ada
salahnya merecycle lagu-lagu lawas terebut[7]. Lain hal dengan group St12 yang kembali mengangakat lagu lama yang bernuasa melayu yaitu
lagu “Isabella” milik band Search asal Malaysia . ST12 merasa terhormat bisa membawakan lagu yang pernah tenar di era
80-an. Apalagi dengan kondisi hubungan diplomatik kedua negara yang sedang
terganggu akhir-akhir ini[8]. Tak
hanya itu, Peterpan yang notebenya
band papan atas pun mencoba peruntunganya
kembali dengan mengangkat lagu lama di
album terahirnya yaitu lagu ciptaan Tito
Sumarsono yang dulu pernah dibawakan oleh Chrisye dan Atiek CB yang
berjudul “Kisah Cintaku”[9].
Berikutnya
adalah lagu dari Gomblo yang berjudul Madu dan Racun di tahun 1985, kembali
dipopulerkan oleh J-Rocks
saat sekarang ini. Bila dilihat arasenmennya, itu berubah 99% dengan tema rock
yang lebih kental, temponya naik, dan pasti bikin jingkrak - jingkrak. Lalu
lagu elfa's singer yang judulnya 'pesta', kembali diangkat oleh band Rocket Rockers yang genrenya pop punk.
Mungkin yang cukup dikenal adalah ketika lagu duet Broery Marantika dengan Dewi Yull yang berjudul “Jangan
Ada Dusta Di
Antara kita” pernah ngehist di tahun 1990-an di aransemen oleh band Angkasa. Lalu-lagu lama yang cukup
sukses, “Badai Pasti Berlalu” hasil garapan Eros Djarot dan Jockie
Sorjoprayogo, yang dinyanyikan Chrisye
pada tahun 1977. Sedangkan versi terbarunya yang dicoba dibuat ulang,
justru kurang berhasil menyainginya, meski Chrisye
bersama Erwin Gutawa mengemas kembali
lewat album Millenium Badai Pasti Berlalu (Musica Studio’s/1999), dan
juga Ari Lasso berserta kawan-kawan
menyanyikan ulang dengan aransemen Andi
Rianto (Sony BMG/2007).
Tidak hanya di Indonesia saja lagu lama
yang di aransemen kembali, namun di luar negeri ada. Seperti lagu Phil Collins dengan A Groovy
Kind of Love (Buster/1990) yang dahulu dipopulerkan Mindbanders (1966). Kemudian lagu King
Of Pop (Michael Joseph Jackson) yaitu Beat
it, yang dipopulerkan kembali oleh fall
Out Boy featuring John Mayer di tahun 2007. Dan masih banyak
lagi lagu-lagu lama yang di kemas secara baru oleh musisi atau penyanyi
sekarang. Memang terkadang lagu recycle menjadi salah satu senjata
pamungkas untuk membuat band atau penyanyi meraup kepopuleritasnya. Namun
disisi lain, terkadang orang-orang juga berpikir bahwa ide me-recycle lagu
tempo dulu itu membuat band atau penyanyi itu seakan-akan sudah kehabisan
materi lagu. Tapi semuanya kembali lagi ke kita, tergantung bagaimana cara kita
menikmati lagu recycle mereka semua.
Isu yang
berkembang bahwa musik Indonesia
mengalami degradasi yang cukup memprihatikan, karena musik yang notabenya
adalah hasil karya seni yang tulus agak sedikit luntur. Banyak musisi atau
penyanyi yang ikut-ikutan tren atau mengikuti budaya ngepop. Misalnya sekarang
lagi ngepop atau lagu bertemakan cinta dengan nada-nada yang sedikit melayu
kemudian para pelaku musik atau musisi mengikutinya tanpa melihat kualitas yang
ada. Mereka hanya berorientasi pada materi semata dengan keuntungan yang
banyak.
Adanya Konsep Pencitraan Lagu Lama
Dalam kajian berikutnya penulis akan
mengkaji beberapa lagu lama yang diangkat kembali. Yaitu konsep pencitraan lagu
lama, artinya munculnya lagu-lagu lama yang bertitel “tribute to”. Memang
konsep album “tribute to” bagi para musisi atau penyanyi sekarang adalah sebuah
rasa penghormatan atau apresiasi bagi pembuat sejarah industri musik Indonesia .
Di antara lagu- lagu lama yang coba
dikemas secara apik oleh musisi sekarang adalah album Erwin Gutawa yang berjudul Salute
to Koes Plus/Saudara[10].
Di mana album Erwin Gutawa ini, ia mencoba mengajak musisi atau penyanyi
sekarang berkolabarasi dengan tema orkestra. Tidak hanya album ini saja yang
coba diangkat lagu-lagu lama ke era kini. Album berikutnya pun, Erwin Gutawa
kembali mengangkat lagu- lagu lama yang beraliran rock, yaitu album berjudul "Rockestar”[11]. Konsep ini bisa dibilang- unik dan untuk pertama kalinya
hadir di Indonesia ,
sebuah sinergi yang membentuk rock epik yang symphonic sekaligus membuktikan
keampuhan instrumentasi orkestra ketika beradaptasi di dalam musik
rock. Adapula album tribute to Titik Puspa, yang salah satunya lagunya
dibawakan kembali oleh band yang fenomenal yaitu Peterpan dengan judul “Kupu-Kupu Malam”.
Tak sampai disitu saja lagu-lagu lama itu diperdengarkan
kembali. Seakan industri musik
mengkonstruksi bahwa lagu-lagu lama bisa diambil keuntungan dari segi
bisnis. Kini album-album yang berisi
lagu –lagu lama seakan mengingatkan kita bahwa negeri ini memiliki anak bangsa
yang kreatif dan inivatif. Dan terkecuali album ”tribute to Ian Antono” [12].
Di mana lagu-lagu lama karya Ian Antono kembali diperdengarkan dengan versi
baru. Seperti judul lagu “Rumah Kita” yang dulunya pernah dibawakan oleh group
rock Godbless. Kini dibawakan kembali dengan mengggandeng musisi atau penyanyi
muda dengan gaya
atau arasement yang baru. Seakan menghidupkan kembali musik rock yang telah
mati suri karena tergurasnya musik industri yang selalu mendoninasi.
Di satu sisi, bagi penyanyi atau musisi yang membawakan lagu
–lagu lama sekan bangga. Karena diberi kesempatan untuk mengekpresikan sebuah
lagu lama dengan konsep baru. Tidak hanya itu, bagi penyanyi baru ini merupakan
batu loncatan dengan cara meraup keuntungan membawakan lagu lama yang sempet
menghilang. Mungkin dari segi kretifitas agak sedikit dipertanyakan, kenapa
harus membawakan lagu lama/lawas untuk berdongkrak kepopuleran. Itulah
pertanyaan yang sentimen yang diajukan bagi artis, penyanyi atau group band
yang membawakan lagu-lagu lama tersebut.
Hubungan Sosiologi Kebudayaan dengan Lagu Lama yang Muncul
Lagu adalah sebuah perwujudan seni
yang tercipta dari beberapa nada-nada, yang dikemas dengan balutan jiwa
sehingga menghasilkan sebuah rasa yang harmonis. Di dalam lagu itu pula
tersimpan sebuh ungkapan, isyarat, makna, pesan atau simbol. Yang mungkin
diperuntukan bagi para penikmat lagu. Dalam hal ini nilai sosial budaya
dipengaruhi oleh: Marxisme, psikoanalisa, dan sosiologi. Apalagi didalam sebuah
lagu, ada formasi sosial yang didalamnya yaitu: alat produksi, kekuatan
produksi, dan hubungan sosial produksi ( mood of product ). Mungkin kita akan mengkaji
lebih dalam sosiologi kebudayaan dengan
adanya fenomena lagu-lagu lama yang kerap muncul kembali di saat sekarang.
Di balik sebuah lagu itu tak
terkecuali lagu lama, pasti ada nilai-nilai kapitalisme didalamnya. Pemilik
modal atau dalam hal ini perusahaan rekaman ingin menciptakan sebuah keuntungan
besar didalam arus industri musik. Fenomena munculnya lagu-lagu lama ke
permukaan tidak lepas dari adanya basis material, yaitu adanya promosi,
distibusi, dan konsumsi. Nilai-nilai tersebut harus berjalan beriringan agar
sebuh produksi dalam hal ini lagu dapat terealisasi dengan baik. Kita bisa
lihat bagaimana sebuah lagu lama bisa berhasil melejit kembali dengan adanya
nilai basis material. Contoh kasus dimana pada awalnya orang tidak mengenal Vidi Aldiano. Namun sekarang ia cukup
dikenal luas oleh masyarakat karena lagu lama yang berjudul “Nuansa Bening”. Memang berbeda bila
kita mendengar lagu yang dinyanyikan oleh Keenan Nasution, namun sang aranjer dalam hal ini Aminoto dan
Tohpati memberi nuansa yang berbeda dari penyanyi aslinya. Dalam aransemen
baru, Vidi Aldiano mencoba mengkemas
dengan cara black music (menyelipkan rap). Alhasil lagu tersebut menjadi
penikmat musik di tanah air. Di sini terlihat bagaimana sebuah lagu diproduksi
dengan baik dan oleh para aranjer yang profesional didalam bidangnya.
Tidak hanya
berhenti disitu, promosi demi promosi terus berjalan mulai dari pembuatan
vidioklip, album, iklan, busana hingga sampai acara manggung. Setelah album
atau lagu itu digarap maka langkah berikutnya distribusi. Yaitu tugas
perusahaan rekaman mendistribusikan lagu-lagunnya ke berbagi toko kaset, radio
dan bisa juga bekerja sama dengan provider telekomunikasi. Biasanya hasil kerja
sama itu adanya kesepakatan Ring Back Tone (RBT). Yang merupakan salah
pendapatan penyanyi atau pencipta lagu. Mengingat pembajakan yang sudah merajalela. Kemudian konsumsi, disini bisa
lihat sejauhmana lagu tersebut berhasil diterima atau tidak oleh masyarakat.
Adanya konsumsi berarti kekuatan sebuah lagu itu terlihat.
Fenomena munculnya
lagu lama yang kembali di aransemen merupakan pop budaya adalah demi mencari
keuntungan besar. Apalagi industri musik kitalah yang berperan menciptakan pop
budaya tersebut, karena dialah pemilik modal. Dalam hal ini musisi atau
penyanyi yang mengaransem lagu lama di tuntut pula kreatifitasnya dalam
melahirkan gagasan dan ide-ide yang berguna bagi pertumbuhan industri musik
tanah air. Proses kreatif adalah perkembangan atau konsekuensi dari ide
berpikir kritis untuk menyelamatkan dan menyempurnakan penampilan dari isi
pikiran agar tidak menyusut dan berubah ketika menjadi produk. Ini merupakan
sebuah terobosan bagi para penyanyi, musisi untuk kembali di kenal masyarakat
dengan cara mengangkat lagu-lagu lama.
Menurut
Raymod Willeems, kebudayaan terbagi menjadi empat bagian: pertama, individual
habbit. Kedua, pembangunan/intelektual masyarakat. Yang ketiga, seni, dan yang
terakhir cara pandang hidup masyarakat. Dari penjelasan Raymon diatas, seni
dalam hal ini seni musik merupakan nilai budaya yang melekat dengan suatu
bangsa. Seperti pop budaya yang terjadi di Indonesia, lagu-lagu yang feminisme lebih laku ketimbang maskulin. Itu
terkonstruksi dengan situasi yang ada.
Tapi
bukan berarti lagu-lagu beraliran keras atau lirik-lirik selain cinta tidak
diterima masyarakat. Contohnya saja Iwan Fals di era tahun 1980-an hingga
1990-an, dimana lagu-lagu bertema politik cukup diterima masyarakat walaupun
membuat panas telingan pemerintah. Bila lagu-lagu yang tidak mengikuti
mainstrem pop budaya niscaya akan tak akan bertahan lama. Lagu-lagu lama atau
lawas memang memiliki keuntuangan sendiri, bila kembali hadir di dalam industri
musik saat ini. Mungkin salah satunya adalah pengakuan atau eksistensi lagu
lama tersebut yang tak lekang dimakan waktu.
Kesenian
adalah sebuah aset negara, salah satunya lagu yang merupakan alat penghibur
bagi para penikmat. Lagu pun bisa menggiring kegiatan politik, contohnya ketika
Pilpres tahun 2004. Di mana salah satu pasangan calon, Sby sering menyanyikan
sebuah lagu disela-sela kampanye, maka ia ikut menjadi bagian dari pop budaya.
Ketika itu ia ( Sby ) sering menyanyikan lagu dari ”Jambrut” yang berjudul ada ”pelangi
dimatamu”. Saat kini masyarakat
telah digiring oleh pelaku industri untuk ngikuti pop budaya dengan cara
menampilkan lagu-lagu yang kembali muncul dengan versi atau aransemen baru.
Bila
kita amati, lagu-lagu lama yang kembali muncul ke permukaan bersifat homogen,
yaitu sama (ngepop). Dengan mendaur ulang lagu lama bisa pula membaikan situasi
politik antar negara. Contoh ketika lagu yang berjudul ”Issbella” yang dimiliki
oleh musisi Malaysia, di aransemen kembali oleh St 12. Seakan mendingan situasi
politik kedua negara tersebut. Mulai dari kusus TKI yang di lakukan semena-mena
oleh warga Malaysia, hingga perubatan kasus ambalat. Tidak hanya itu, Siti
Nurhalizah yang notebenya adalah penyanyi Malaysia yang lagu-lagunya banyak
disukai oleh masyarakat Indonesia, mengatakan bahwa musik itu adalah
universal. Pop
budaya telah membawa lagu-lagu lama ke tangga kepopularitas, sehingga
menimbulkan kontestasi lagu-lagu lama yang kerap muncul ditengah industri, dan tidak mungkin berjalan tanpa
ada hubungan basis material.
Kesimpulan
Dalam kesimpulan kali ini penulis
menyampaikan bahwa, lagu adalah sebuah media penyampaian yang didalam terdapat
nada-nada sehingga menimbulkan kehormonisan. Lagu yang pada awalnya adalah
sebagai wanaha menghibur para raja-raja, telah mengalami pergeseran makna yaitu
bukan hanya raja saja yang bisa menikmati lagu tetapi masyarakat pada umumnya
pun bisa dinikmati.
Seirng berjalannya waktu, lagu bukan hanya
bisa dinikmati dengan menonton pertujukan musik tetapi bisa dapat digunakan
melalui media handphone dengan "ring back tone” (RBT). Dari penjelasan diatas
mengenai fenomena lagu-lagu lama yang kerap muncul saat sekarang ini
dipengaruhi adanya basis material yang terdiri dari; promosi, distribusi dan
konsumsi[13].
Tiga elemen ini menentukan sebuh produksi lagu, tidak terkecuali lagu-lagu kini.
Tidak hanya itu saja, pop budaya yang mengangakat lagu-lagu lama k era kini
menimbulkan sebuah pergolakan di ranah industri musik tanah air. Seakan para
pelaku industri tahu betul memainfaatkan pop budaya tersebut, walaupun ada pro
kontra dalam penggarapan lagu-lagu lama ke versi baru. Misalnya, para musisi
atau penyanyi sekarang telah kehabisan ide membuat lagu, oleh sebab itu mereka
berupaya melakukan eksistensi dengan cara mendaur atau mengaransemen lagu-lagu
lama dengan konsep kekinian. Banyak cara guna meraih simpati masyarakat yaitu
dengan menggunakan lagu-lagu lama yang dikemas baru. Bila dilihat dari sudut
pandang promosi, penyanyi atau musisi
bisa menggunakan media televisi untuk pemasaranya. Mengingat acara musik di layar kaca semakin banyak dan bervariasi. Akan tetapi menghilangkan peran
distribusi didalamnya. Dengan begitu masyarakat mau mengkonsumsi lagu-lagu
tersebut atas dasar tahu. Masyarakat pun
bisa digiring dengan kehadiran pop budaya yang pada dasarnya adalah pengikut
trend.
DAFTAR PUSTAKA
Giddens, Antony. Kapitalisme dan Teori
Sosial Modern
Alfian. Transformasi Sosial Budaya Dalam Pembangunan Budaya. Penerbit:
Universita Indonesia.
Wijaya, Putu. Esai-Esai Budaya. Penerbit: Bentang Budaya.
Sumber lain:
Internet
Majalah Rolling Stone. Edisi 61 Mei 2010.
www. Detikmusik.com
Bahan kuliah Sosiologi Kebudayaa.
Tulisan Ariel Heryanto. Populer Cultur In Indonesia
[1]
Menurut penjelasan marx, adanya promosi, distribusi, dan konsumsi dan
dipertegas oleh penjelsan Pak Robertus Robert dalam kuliah Sosiologi
Kebudayaan.
[2]
Penjelasan dari buku Antony Giddens yang berjudul Kapitaslisme dan Teori Sosial
Modern.
[3]
Berdasarkan sumber di majalah Rolling Stone, edisi 61 bulan Mei 2010.
[4]
Lagu tersebut pertama kali di tahun 1978.
[5]
Lagu ini ada di album Wakil Rakyat, di tahun 1987 oleh Perusahaan Rekaman
Musica.
[6]
Album ini berisikan 12 lagu.
[7]
Hasil dari wawancara majalah Rolling Stone dengan Ahmad Dhani di edisi 61 bulan Mei 2010.
Menurut Dhani, kenapa harus mendengar lagu saya sedangkan banyak lagu diluar
yang bagus. Tidak hanya itu, Dhani pun menyanyi lagu “madu tiga” karya
P.Ramlee. Dan dia pun berkomentar, tidak menyanyikan lagu tersebut kecuali saya
(Ahmad Dhani )dan pengarangnya (P.Ramlee)
[8]
Di akses Okezone.com tanggal 17 Juli 2009
[9]
Lagu tersebut dapat dinikmati di album Peterpan “Sebuah Nama Sebuah Cerita”.
Sebelumnya lagu ini pernah di populerkan oleh Chrisye pada 1990-an dan diaransemen Yongkie Suwarno.
[10]
Di album ini Erwin Gutawa mengaransemen 19 lagu, yang banyak dibantu oleh para
musisi Indonesia dan album ini dirilis tahun 2004 oleh Perusahaan rekaman SONY
ENTERTAIMENT INDONESIA.
[11]
Di album ini Erwin Gutawa mengaransemen 13 lagu, yang banyak dibantu oleh para
musisi Indonesia dan album ini rilis tahun 2006 oleh Perusahaan rekaman SONY
BMG INDONESIA
[12]
Berisi kumpulan lagu-lagu lama karya Ian Antono, yang berisi 12 lagu yang di
arasement ulang oleh musisi sekarang dan album ini dirilis tahun 2004 oleh
Perusahaan rekaman SONY BMG INDONESIA
[13]
Mood of product: alat produksi, kekuatan produksi, dan hubungan sosial
produksi.