Selasa, 03 September 2013

Kontestasi, Kapitalisasi dan Liberalisasi Budaya (Miss World)

Kontestasi, Kapitalisasi dan Liberalisasi Budaya
(Miss World)

Saat ini sedang ramai isu mengenai Miss World yang akan diselenggarakan di Indonesia, Bali. Apakah Miss World itu?. Miss World adalah sebuah ajang kontestasi kecantikan yang pesertanya dari berbagai Negara dengan penilaian dari sudut pandang:  beauty, brain, dan behaviour. Di saat itu pula pro-kontra mengenai kegiatan ini sedang ramai diperbincangkan. Dari pihak yang pro, kegiatan ini adalah bentuk wujud promosi wilayah Indonesia, khususnya Bali dari segi pariwisata. Tidak hanya itu, kegiatan ini mampu meningkatkan devisa Negara dengan menghadirkan para wisatawan lokal dan asing.  Di satu sisi yang kontra pun mengatakan bahwa ajang kontestasi ini hanyalah bentuk eksploitasi wanita dengan konsep beauty, brain, dan behaviour. Tidak hanya itu, ajang seperti ini bukan bagian dari culture ketimuran bangsa Indonesia, dan lebih bersifat bisnis semata tanpa melihat nilai-nilai kearifan lokal. Terlepas dari itu semua, ajang kontestasi tingkat dunia ini sudah berlangsung cukup lama dan telah melahirkan perempuan-perempuan yang bisa hadir diruang publik.

Memang bila dilihat dari kacamata bisnis, ajang ini tak ubahnya merupakan kapitalisasi modern yang dikemas semenarik mungkin. Salah satunya dengan paradigma bahwa wanita modern itu harus memilliki kreateria beauty, brain, dan behaviour. Tidak hanya itu wanita pun harus mencoba berkarier diruang publik dan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Pemikiran seperti itu biasa disebut Femenisme atau Gender. Dalam hal ini, perempuan diperbolehkan berkarier diruang publik, namun ada batasan yang sesuai dengan kaidah atau norma tertentu. Seperti perempuan diperbolehkan aktif dalam kegiatan sosial, agama, budaya dan politik. 

Perempuan modern harus bisa mengikuti trend, sekalipun harus berbusa terbuka karena itu merupakan tuntutan zaman dan bagian aktualisasi diri. Hal itu yang harus dihindari dari perubahan zaman tersebut. Jangan perempuan hanya dijadikan objek eksploitasi atau komoditi yang mengarah kepada kerendahan derajat perempuan dimata dunia. Memang fenomena modern ini bagian yang tak terlepas dari perubahan sebuah zaman yang hari demi hari semakin berkembang. Namun nilai-nilai modern jangan sampai menghancurkan esensi nilai luhur etika, sopan santun, yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia ini.

Kembali lagi ke isu utama, Miss World sudah adalah bagian dari liberasasi budaya barat untuk menghancurkan budaya timur. Zaman modern seperti ini banyak sekali cara untuk menghancurkan sebuah bangsa dan salah satunya dengan pola pikir baik itu dari sudut pandang: Food, Fun, dan Fashion. Dari ketiga sudut pandang tersebut, ajang Miss World sangat dekat dengan Fashion. Alasannya karena beberapa fashion yang digunakan dalam ajang ini adalah pakaian dalam wanita yang seharusnya bersifat tertutup. Memang sangat nampak jelas bahwa ajang ini dipelopori oleh modal kapital yang kuat, sehingga acara megah bertaraf dunia ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Dari sisi binis pun sangat menggiurkan bilamana acara Miss World dihubungkan dengan produk-produk kecantikan seperti, kosmetik, pakaian dan produk bisnis lainnya.

Indonesia merupakan Negara modern yang masih memegang nilai-nilai ketimuran. Dengan begitu faham liberasasi pun muncul ditengah-tengah era modern. Maksud dan tujuannya adalah ingin mendoktrin bangsa ini untuk meliberaliasasikan budaya yang masih dipegang sama adat ketimuran dengan mengikuti peradaban dunia barat. Memang ajang Miss World ini peserta dituntut untuk bisa berpikir cerdas secara kognitif namun menghilangkan kecerdasan spritual dan etika sopan santun ketimuran. Jadi mau tak mau peserta Miss World harus berpikir liberal, terbuka dan pragmatis. Tidak hanya itu, peserta Miss World diskonstruksikan sebagai perempuan langsing, tinggi, dan memiliki kepribadian menarik/unik.

Jadi bisa disimpulkan bahwa ajang kontes Miss World merupakan bagian rencana besar segelintir kelompok yang ingin menularkan virus kapitalisasi, eksploitasi perempuan, liberalisasi budaya, dan doktrinisasi kebumi Indonesia. Bukan hanya itu Indonesia yang merupakan negara demokrasi yang harus ikut serta dalam peradaban barat, dan kita sebagai warga negara Indonesia menolak keras karena tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya yang anut bangsa ini. Banyak cara untuk mengangkat citra perempuan agar lebih beradab, diantaranya dengan memuliakan perempuan dengan busana sopan. Dan banyak cara pula untuk mempromosikan bangsa Indonesia ini kepada dunia, dengan metode yang lebih bijak dan beradab tanpa menggangu kearifan lokal bangsa ini. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar